Nama : Daffa Satria Nugraha
Kelas : X MIPA 1
No. Absen : 08
Kasus pembajakan karya cipta masih menjadi permasalahan besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hak kekayaan intelektual, salah satunya hak cipta. Masih banyak sekali masyarakat yang mengonsumsi karya cipta secara ilegal. Kasus ini patut diperbincangkan, sebab pembajakan yang marak terjadi sangat menghambat kemajuan industri kreatif di Indonesia. Masyarakat perlu memahami hal-hal mengenai hak cipta.
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menyatakan bahwa hak cipta adalah hak yang mengatur karya intelektual di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Ciptaan-ciptaan yang dilindungi oleh hak cipta meliputi banyak jenis, di antaranya lagu/musik, karya seni rupa, hasil fotografi, karya sinematografi, dan program komputer. Pemegang hak cipta adalah orang atau suatu pihak yang berwenang untuk mengumumkan atau memperbanyak hasil ciptaannya.
Fenomena pembajakan di Indonesia terjadi pada banyak bidang industri. Berdasarkan laporan Business Software Alliance (BSA) Global Software Survey 2018, tingkat pemakaian software bajakan di Indonesia mencapai 83%. Kasus ini tergolong sangat tinggi di bidang program komputer. Dari industri perfilman, pembajakan sering kita jumpai melalui pemasaran DVD bajakan ataupun situs pengunduhan streaming ilegal. Kasus pembajakan ini tentunya sangat merugikan pencipta karya dan perusahaan. Ketua Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI), Edwin Nazir, mengatakan bahwa industri film nasional mengalami kerugian mencapai Rp 5 triliun setiap tahunnya akibat pembajakan. Dilansir dari laman inet.detik.com, alasan dari pembajakan ini tidak selalu berasal dari faktor ekonomi semata. “Kata siapa karena software berlisensi itu mahal? Ada salah satu anggota kami yang membuat software untuk UKM. Itu dijual hanya Rp 50 ribu. Tapi ternyata masih dibajak juga. Software hasil bajakannya tersebut dijual Rp 20 ribu. Jadi bukan karena faktor ekonomi semata,” ungkap Kepala BSA, Donny A. Sheyoputra saat berbincang dengan detikINET.
Seseorang atau sebuah perusahaan telah mengeluarkan banyak tenaga dan biaya untuk membuat sebuah ciptaan. Secara logika, dengan mengambil atau mengakses sebuah ciptaan tanpa izin pemilik, sama saja dengan mencuri ciptaan tersebut. Sebuah karya cipta dibuat sebagai salah satu bentuk peranan dalam mendukung pembangunan bangsa dan negara. Alangkah baiknya apabila kita mengapresiasi sebuah karya cipta dengan menikmatinya secara adil dan legal. Dengan mengapresiasi karya cipta, maka para pencipta akan lebih terdorong untuk terus berkarya serta industri kreatif pun akan makin berkembang.